Riri n anita harap2 cemas nunggu hukuman dari kakak kelas’a.
“karena kalian udah ngelanggar peraturan, maka kalian,, masuk aja gih sana.. Udah mau telat..” dan orang itu melenggang pergi sambil memainkan kunci mobil’a. Meninggalkan riri dan anita yg msh diam.
“kak, tunggu! Koq kita ga di hukum?” teriak riri.
“koq lu malah minta dihukum sih?” bisik anita. Kakak kelas itu berhenti dan berbalik ke arah riri. Alis’a terangkat bingung.
“baru kali ini w nemuin anak yg minta dihukum..” dia menggeleng2kan kepala’a. “w bukan anak osis kali.. Lagian juga,,
w dulu selama ospek selalu begitu..”
Anita dan riri mengangguk2.
“lain kali berenti’a jgn disini.. Tapi di sebelah sana. Di sini udah bnyk yg tau.. Ok?? Bye..” segera dia berlari ke arah sekolah.
“yaudah, buruan masuk yuk.. Nanti telat lagi..
Ribet urusan’a..” ajak anita.
* * *
Entah kenapa aku merasa mengenalnya. Seakan dia seseorang yg amat berarti untukku. Wajah’a terasa familiar. Siapakah gerangan dirinya?
“rio!! Ayo masuk. Nanti kan kita mau demo di dalem! Buruan siap2!”
Aku mengangguk dan berjalan lebih cepat menuju ruang ekskul martial art.
Di SP tiap ekskul memiliki ruangan’a sendiri. Martial art, basket, futsal, musik, broadcast, paskib, teater, tata boga, rohani. Itu adalah sebagian dari eskul yg ada di sp.
Dan aku mengikuti 2 di antara’a.
“lu semalem ga tidur lg y?” aku mengangguk.
“ada masalah sama perusahaan lu lg?” aku kembali mengangguk sambil memakai baju untuk demo nanti.
“ckckck.. Kenapa ga minta bantu sama bokap u? Ga cape apa lu begadang mulu?”
“itu perusahaan w yg bikin, w jg yg harus ngurus. Bokap udah repot ngurus perusahaan’a sendiri.”
Temanku menggeleng2kan kepala’a. “lagian lu sok2an bikin perusahaan sendiri sih. Msh muda juga..”
“lu bkn’a doain biar perusahaan w berkembang malah menghujat w.. Gimana sih?”
“hahaha.. Iy dah.. Smoga sukses.. Tapi jgn lupa sama kesehatan. Penting tuh” aku mengiyakan saja. Dia memang selalu begitu. Perhatian pada semua sahabat’a.
Darrel. Satu dari 4 sahabatku.
“demo mulai 2 menit lg. Keluar skrg.” terdengar suara yg lain.
Kali ini freddo yg bicara. Sahabatku jg. Sesuai dgn nama’a, dia punya sikap yg dingin. Tp dia amat baik. Selalu membantuku dan yg lain’a.
Oke, saat’a demo. Aku, darrel, freddo n yg lain unjuk kebolehan. Dari taekwondo, karate, sampai capoera. Tapi kurasa ada yg berbeda dgn tubuhku. Rasa’a sedikit lemas.
Selepas demo martial art, aku istirahat sebentar di ruang musik. Sebentar lg aku hrs ikut demo musik. Baru saja akan tertidur, billy-sahabatku yg lain- dtg membangunkanku. Sudah saat’a demo musik. Kami segera beranjak ke aula. Saat masuk, aku langsung menuju grand piano. Kulihat darrel n billy sudah memegang alat musik bagian’a. Drum dan biola. Kami pun memainkan “child in paradise”. Aku memejamkan kedua mataku. Membiarkan alunan nada membuai indra-ku.
Gemuruh tepuk tangan terdengar saat permainanku berakhir. Aku n yg lain’a membungkuk memberi hormat.
Kepalaku kembali pusing. Pandanganku berputar. Saat akan turun dari podium, aku tak ingat apa2 lg..
*****
“yo, rio.. Lu ga apa2 kan?” seperti’a aku mengenal suara itu. Darrel. Ya, itu suara’a.
Aku malas membuka mataku. Jadi aku mengangguk saja dan mendesah.
“w tidur dulu ya..” kataku.
Tak lama terdengar pintu ruang kesehatan yg terbuka. Terdengar juga langkah2 yg seperti’a penuh marah.
“berapa hari dia ga tidur?” kali ini pasti freddo yg bicara.
“5-6 hari..” jawab darrel. Dalam hati aku merutuk. Knp dy memberitahukan’a? Freddo pasti akan marah2 lg. Aku berpura2 tidur. Sedikit menggeliat dan mendengkur.
“bangun! W tw lu ga tidur.” perintah freddo. Aku diam saja masih berpura2 tidur. Kepalaku msh pusing sekali.
“bangun mario!” kata’a sambil menarik tubuhku bangun.
Darrel n billy berusaha melepaskan cengkraman maut freddo yg menyakitkan di tubuhku. Tapi cengkraman i2 tak kunjung terlepas.
Aku terus menahan sakit itu. Sampai akhir’a dia melepaskan’a.
“knp g minta bantuan sama bokap atw qt?” kata’a dingin.
“w g mw lu smw repot.”
“tp nyata’a lu bikin qt repot. Ngegotong2 badan lu bolak balik k sini.”
“w g minta lu buat gotongin k sini koq. Di biarin di aula juga ok.” lalu tiba2 saja freddo menghantamkan tinju’a ke wajahku.
Darrel n billy yg melihat’a menyeret freddo k ujung ruangan n mendudukkan’a d atas sofa. Lalu billy keluar ruangan.
Sejenak suasana hening. Aku sibuk mengatasi denyut sakit di rahangku, fred -mungkin-sibuk meredam amarah’a n darrel diam saja. Tak lama billy dtg. Melemparkan sebungkus es batu k fred n sebungkus es batu yg lain kepadaku. Kulihat fred meletakkan’a di atas kepala’a dan menyumpal kuping’a dgn ipod. Aku pun mulai mengompres rahangku.
“mulai besok, w bakal bantu2 di perusahaan lu.” kata darrel.
“tapi,,”
“g usah tapi2an deh.. G asik tau ngeliat lu di sini mulu.. Sakit gara2 trlalu sibuk ngurusin perusahaan lu..”
“tapi nanti lu jadi repot..”
“dia g sendiri. W n billy jg. Dan w g mw denger penolakan apapun dari lu.” kata fred.
“thx guys..” kataku tulus. “o iy, koq lu tau w lg pura2 tidur?”
“mata lu geter2. Idung lu kembang kempis.”
Terlalu lama bersahabat dgn mereka membuatku tak dpt berbohong d dpan mreka. Mrka pasti akan mengetahui’a.
“tidur aj dulu.. Urusan lain, qt yg handle..” kata billy. Sahabatku yg pendiam i2 akhir’a bersuara jg. Tak butuh waktu lama aku jatuh tertidur.
* * *
Aku terbangun. Dan keheranan. Sejak kapan kasur di ruang kesehatan jadi nyaman seperti ini. Setelah ku perhatikan lagi ternyata aku sedang berada di kamarku sendiri.
Aku bangkit dari kasurku yg nyaman. Sedikit sempoyongan, keluar kamar dan turun ke lantai bawah.
“mbok, siapa yg nganter saya k rmh?”
“temen2′a den rio. Tapi mereka udah pulang. Mau sarapan sekarang ,den?”
“sarapan? Emang sekarang udah pagi ya?” mbok rum mengangguk.
“bikinin saya telor ceplok 2 sama roti aja ya mbok.” aku segera berjalan ke kamarku. Bersiap2 k kantor. Mumpung liburan sekolah.
Ku sambar optimus-ku.
“hallo.. Ke kantor w pagi ini bisa kan? W mau bikin pengumuman penting.. Ok? Ksih tau yg lain ya.. W tunggu jam 9 di sana..” langsung saja aku putuskan hubungan telepon.
Lalu aku pergi sarapan. Setelah sandwich dan segelas susu bersarang nyaman di perutku aku langsung pergi ke kantor dengan citroen-ku. ‘Mama pasti udah pergi ke kantornya.’ batinku.
Langsung saja aku menjalankan mobilku membelah padatnya jalan ibu kota.
Selalu saja begini. Macet dimana-mana. untung saja mobilku cukup nyaman. kalau tidak,, entah apa yang terjadi. ku nyalakan musik. “Club can’t hold me” mengalun jernih. Menghentak semangat yang sedikit tenggalam karena tubuh yang belum terlalu sehat. Saat sedang asik berdendang tiba-tiba saja optimusku kembali bergetar.
“Halo??”
“Lu lagi dimana? Kita semua udah sampenih…” kata suara di sebrang sana.
“Bentar lagi juga nyampe, Rel.. beneran udah pada lengkap? Billy juga udah sampe kah?” tanyaku.
“Udah daritadi.. dia malah udah sampe tidur lagi gara0-gara nungguin lu.. buruan datengnya..”
“Iye.. 15 menit lagi juga nyampe koq.. bye..” kataku sambil memutuskan sambungan telepon.
Tak lama kemudian aku sampai di kantorku. Saat aku melangkahkan kakiku ke dalam bangunan kantorku, para pegawai yang berada di sana langsung memberi salam dengan cara sedikit membungkuk. Sebenarnya itu tidak perlu. Aku merasa risih karena cara hormat yang seperti itu. Dengna menyapaku dan tersenyum saja sebenarnya sudah cukup. Tapi apa mau dikata, itu kebiasaan yang telah tertanam di benak banya masyarakat di sini.
“Selamat pagi, Pak..” sapa salah seorang receptionist. Lihat sendiri kan? Aku di sapa ‘bapak’. Padahal aku tidak lebih tua dari dia. Harus segera dibenahi ini.
“Pagi..” jawabku. Saat aku berada di dalam lift pun begitu. Tak butuh waktu yang lama untuk sampai di ruang kantorku. Kulangkahkan kakiku masuk kedalamnya dan melihat billy yang sedang tertidur di atas sofa ruanganku, freddo yang tengah berdiri di pojok ruangan dengna sebelah kaki tertekuk menapak di dinding, dan Darrel yang berdiri di depan jendela.
“Halo semua.. udah pada lama nungguinnya ya?? Sory deh.. tadi macet panjang banget di Kuningan..” kataku yang disambut anggukan dari freddo dan Darrel. Sedangkna billy,, masih mendengkur halus.
“Lu semua yakin mau bantuin gue di kantor?” tanyaku sekali lagi memastikan.
“Iya.. kita yakin..” jawab Darrel.
Aku mamandang mata freddo dan Darrel. Terlihat kesungguhan yang tulus di sana. Lalu ku bangunkan billy dan menyanyakan hal yang sama kepadanya. Jawaban Billy pun tak jauh berbeda dengan jawaban Darrel.
Ku angkat telepon yang ada di meja kantorku dan menekan nomor extension. “Mbak, tolong kumpulkan para pegawai di lobby ya.. saya mau ngasih pengumuman penting.” Kataku lalu meletakkan kembali gagang telepon itu ke tempat semula.
“Ayo turun ke lobby..” ajakku pada ketiga sahabatku, sesampainya di lobby, semua pegawai telah berkumpul menunggu pengumuman yang akan aku katakana.
“terima kasih atas kehadirannya untuk mendengarkan pengumuman dari saya. Ada 2 pengumuman yang akan saya umumkan. Pertama, ketiga orang yang ada di sebelah saya ini akan menjadi tangan kanan saya. Mereka adalah Darrel, Freddo, dan Billy. Keputusan yang telah disetujui oleh 3 orang dari kami akan menjadi sah. Kedua, saya harap anda sekalian tidak memanggil saya dengan sebutan bapak. Saya agak risih mendengarnya. Saya kan masih 16 tahun. Paham?”
“Lalu kami harus memanggil anda dengan sebutan apa?” Tanya salah seorang pegawaiku. Aku sedikit berpikir. Benar juga. Mereka harus memanggilku apa?
“bagaimana kalau ‘Rio’ saja” jawabku.
“Baiklah, pak. Maksud saya Rio.” Aku yang mendengarnya tersenyum puas. Dan membubarkan mereka untuk kembali bekerja.
“Lu bertiga ikut gue.” Kataku. Aku kembali masuk ke ruangnaku yang berada di lantai 5. “Duduk dulu.”
“Gini, karena lu semua bakal jadi salah satu dari orang yang bisa mempengaruhi keputusan kebijakan perusahaan, maka masing-masing dari kalian gue kasih kepemilikan saham sebesar 15%. Jadi pemegang saham dari prusahaan ini ada 6 orang. Kita berempat sama 2 investor lainnya. Nanti kalian gue kenalin sama mereka deh.”
“Tunggu.. kita jadi punya saham di perusahaan lu?” Tanya Darrel. Aku mengangguk.
“tapi kita Cuma mau bantu doing.. kita nggak perlu yang namanya punya saham..” katanya lagi.
“gak apa-apa.. lebih enak kalo punya saham di perusahaan lagi.” Kataku menimpali.
“Kita nggak mau saham perusahaan lo secara Cuma-Cuma. Kita bakal beli dengan harga yang sepantasnya.” Kata Freddo.
“gak usah.. anggep aja ini sebagai ungkapan terimakasih gue karena lu semua udah niat mau bantuin gue di perusahaan.”
“gak. Gue nggak mau. Gue bakal transfer duitnya besok.”
Berkali-kali aku membujuk mereka untuk menerima saja saham yang akan ku berikan. Tapi berkali-kali pula mereka menolaknya dan bersikeras untuk membelinya sesuai dengan harga yang sepantasnya. Akhirnya aku hanya bisa pasrah dan menyetujui semuanya.
Hari pertama mereka di kantor hanya dihabiskan untuk memperlajari segala sesuatu yang berhubungan dengan kantor. Walau belum terlalu sibuk, tapi aku dapat melihat mereka yang kelelahan setelah dari tadi terus bertanya ini- itu tentang perusahaanku. Untung saja di sekolah sedang diadakan MOS dan kegiatan belajar mengajar diliburkan dulu sementara. Kalau tidak, entah apa jadinya.
* * *
Hari ketiga MOS. Masih ada 2 hari lagi. Rasanya mau cepet-cepet selesai deh. Udah nggak sanggup terus dandan kaya’ orang gila begini. Biarpun nggak jalan dari rumah, tetep aja harus jalan juga dari ‘tempat parkir’ tersembunyi yang waktu itu dikasih tau sama kak Mario. Dan sepanjang jalan, aku selalu berdoa semoga nggak ada anak kecil. Aku nggak mau kejadian yang kemaren keulang lagi.
Flashback on
“Si Anita parah banget dah. Bolos MOS nggak ngajak-ngajak. Kan gue jadi sendirian kan jalan dari tempat berenti ke sekolahnya.” Gerutuku sambil berjalan menghentakkan kaki karena kesal.
Lalu tiba-tiba kudengan banyak suara anak kecil yang mengukutiku. Bertierak-teriak sambil bertepuk tangan dengna kompaknya. “orang gilaa… orang gila… nggak punya temen.. orang gila..”
Aku langsung bersembunyi karena takut. Aku punya pengalaman buruk dengan orang gila. Tapi kenapa mereka malah tertawa. Aku masih berpikir kenapa mereka tertawa, terlebih saat mereka melihatku. Dan aku jadi semakin kesal setelah mengerti apa yang mereka tertawakan. Dandananku yang terbilang super duper amat teramat sangat aneh dan nggak keruan.
Flashback off
Sumpah demi apapu aku merasa sangat kesal saat itu. Pada anak-anak itu dan pada panitia yang menciptakan dandanan seperti ini. Tak lupa pada pihak sekolah yang membuat kebijakan waktu untuk MOS sebanyak 5 hari.
Tapi yasudahlah. Ini bisa jadi kisah yang lucu untuk di kenang di masa nanti. Mungkin kisah ini bisa membuat anak cucuku tersenyum geli mendengarnya. Eh, kenapa aku berpikiran sampai sejuah itu? Saat kulirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku, aku tersentak kaget. 3 menit lagi gerbang akan di tutup. Dengna kecepatan penuh aku berlari. Berharap semoga aku tidak terlambat.
Gerbang sekolah sudah terlihat. Dan aku semakin panic melihat pak satpam yang tengah mengambil ancang-ancang untuk menutup gerbang.
Aku berusaha untuk mencegahnya. Aku berteriak sekencang-kencangnnya “Paaaaakk!!!!!! Tungggguuuuuu…..”
To be continue
“karena kalian udah ngelanggar peraturan, maka kalian,, masuk aja gih sana.. Udah mau telat..” dan orang itu melenggang pergi sambil memainkan kunci mobil’a. Meninggalkan riri dan anita yg msh diam.
“kak, tunggu! Koq kita ga di hukum?” teriak riri.
“koq lu malah minta dihukum sih?” bisik anita. Kakak kelas itu berhenti dan berbalik ke arah riri. Alis’a terangkat bingung.
“baru kali ini w nemuin anak yg minta dihukum..” dia menggeleng2kan kepala’a. “w bukan anak osis kali.. Lagian juga,,
w dulu selama ospek selalu begitu..”
Anita dan riri mengangguk2.
“lain kali berenti’a jgn disini.. Tapi di sebelah sana. Di sini udah bnyk yg tau.. Ok?? Bye..” segera dia berlari ke arah sekolah.
“yaudah, buruan masuk yuk.. Nanti telat lagi..
Ribet urusan’a..” ajak anita.
* * *
Entah kenapa aku merasa mengenalnya. Seakan dia seseorang yg amat berarti untukku. Wajah’a terasa familiar. Siapakah gerangan dirinya?
“rio!! Ayo masuk. Nanti kan kita mau demo di dalem! Buruan siap2!”
Aku mengangguk dan berjalan lebih cepat menuju ruang ekskul martial art.
Di SP tiap ekskul memiliki ruangan’a sendiri. Martial art, basket, futsal, musik, broadcast, paskib, teater, tata boga, rohani. Itu adalah sebagian dari eskul yg ada di sp.
Dan aku mengikuti 2 di antara’a.
“lu semalem ga tidur lg y?” aku mengangguk.
“ada masalah sama perusahaan lu lg?” aku kembali mengangguk sambil memakai baju untuk demo nanti.
“ckckck.. Kenapa ga minta bantu sama bokap u? Ga cape apa lu begadang mulu?”
“itu perusahaan w yg bikin, w jg yg harus ngurus. Bokap udah repot ngurus perusahaan’a sendiri.”
Temanku menggeleng2kan kepala’a. “lagian lu sok2an bikin perusahaan sendiri sih. Msh muda juga..”
“lu bkn’a doain biar perusahaan w berkembang malah menghujat w.. Gimana sih?”
“hahaha.. Iy dah.. Smoga sukses.. Tapi jgn lupa sama kesehatan. Penting tuh” aku mengiyakan saja. Dia memang selalu begitu. Perhatian pada semua sahabat’a.
Darrel. Satu dari 4 sahabatku.
“demo mulai 2 menit lg. Keluar skrg.” terdengar suara yg lain.
Kali ini freddo yg bicara. Sahabatku jg. Sesuai dgn nama’a, dia punya sikap yg dingin. Tp dia amat baik. Selalu membantuku dan yg lain’a.
Oke, saat’a demo. Aku, darrel, freddo n yg lain unjuk kebolehan. Dari taekwondo, karate, sampai capoera. Tapi kurasa ada yg berbeda dgn tubuhku. Rasa’a sedikit lemas.
Selepas demo martial art, aku istirahat sebentar di ruang musik. Sebentar lg aku hrs ikut demo musik. Baru saja akan tertidur, billy-sahabatku yg lain- dtg membangunkanku. Sudah saat’a demo musik. Kami segera beranjak ke aula. Saat masuk, aku langsung menuju grand piano. Kulihat darrel n billy sudah memegang alat musik bagian’a. Drum dan biola. Kami pun memainkan “child in paradise”. Aku memejamkan kedua mataku. Membiarkan alunan nada membuai indra-ku.
Gemuruh tepuk tangan terdengar saat permainanku berakhir. Aku n yg lain’a membungkuk memberi hormat.
Kepalaku kembali pusing. Pandanganku berputar. Saat akan turun dari podium, aku tak ingat apa2 lg..
*****
“yo, rio.. Lu ga apa2 kan?” seperti’a aku mengenal suara itu. Darrel. Ya, itu suara’a.
Aku malas membuka mataku. Jadi aku mengangguk saja dan mendesah.
“w tidur dulu ya..” kataku.
Tak lama terdengar pintu ruang kesehatan yg terbuka. Terdengar juga langkah2 yg seperti’a penuh marah.
“berapa hari dia ga tidur?” kali ini pasti freddo yg bicara.
“5-6 hari..” jawab darrel. Dalam hati aku merutuk. Knp dy memberitahukan’a? Freddo pasti akan marah2 lg. Aku berpura2 tidur. Sedikit menggeliat dan mendengkur.
“bangun! W tw lu ga tidur.” perintah freddo. Aku diam saja masih berpura2 tidur. Kepalaku msh pusing sekali.
“bangun mario!” kata’a sambil menarik tubuhku bangun.
Darrel n billy berusaha melepaskan cengkraman maut freddo yg menyakitkan di tubuhku. Tapi cengkraman i2 tak kunjung terlepas.
Aku terus menahan sakit itu. Sampai akhir’a dia melepaskan’a.
“knp g minta bantuan sama bokap atw qt?” kata’a dingin.
“w g mw lu smw repot.”
“tp nyata’a lu bikin qt repot. Ngegotong2 badan lu bolak balik k sini.”
“w g minta lu buat gotongin k sini koq. Di biarin di aula juga ok.” lalu tiba2 saja freddo menghantamkan tinju’a ke wajahku.
Darrel n billy yg melihat’a menyeret freddo k ujung ruangan n mendudukkan’a d atas sofa. Lalu billy keluar ruangan.
Sejenak suasana hening. Aku sibuk mengatasi denyut sakit di rahangku, fred -mungkin-sibuk meredam amarah’a n darrel diam saja. Tak lama billy dtg. Melemparkan sebungkus es batu k fred n sebungkus es batu yg lain kepadaku. Kulihat fred meletakkan’a di atas kepala’a dan menyumpal kuping’a dgn ipod. Aku pun mulai mengompres rahangku.
“mulai besok, w bakal bantu2 di perusahaan lu.” kata darrel.
“tapi,,”
“g usah tapi2an deh.. G asik tau ngeliat lu di sini mulu.. Sakit gara2 trlalu sibuk ngurusin perusahaan lu..”
“tapi nanti lu jadi repot..”
“dia g sendiri. W n billy jg. Dan w g mw denger penolakan apapun dari lu.” kata fred.
“thx guys..” kataku tulus. “o iy, koq lu tau w lg pura2 tidur?”
“mata lu geter2. Idung lu kembang kempis.”
Terlalu lama bersahabat dgn mereka membuatku tak dpt berbohong d dpan mreka. Mrka pasti akan mengetahui’a.
“tidur aj dulu.. Urusan lain, qt yg handle..” kata billy. Sahabatku yg pendiam i2 akhir’a bersuara jg. Tak butuh waktu lama aku jatuh tertidur.
* * *
Aku terbangun. Dan keheranan. Sejak kapan kasur di ruang kesehatan jadi nyaman seperti ini. Setelah ku perhatikan lagi ternyata aku sedang berada di kamarku sendiri.
Aku bangkit dari kasurku yg nyaman. Sedikit sempoyongan, keluar kamar dan turun ke lantai bawah.
“mbok, siapa yg nganter saya k rmh?”
“temen2′a den rio. Tapi mereka udah pulang. Mau sarapan sekarang ,den?”
“sarapan? Emang sekarang udah pagi ya?” mbok rum mengangguk.
“bikinin saya telor ceplok 2 sama roti aja ya mbok.” aku segera berjalan ke kamarku. Bersiap2 k kantor. Mumpung liburan sekolah.
Ku sambar optimus-ku.
“hallo.. Ke kantor w pagi ini bisa kan? W mau bikin pengumuman penting.. Ok? Ksih tau yg lain ya.. W tunggu jam 9 di sana..” langsung saja aku putuskan hubungan telepon.
Lalu aku pergi sarapan. Setelah sandwich dan segelas susu bersarang nyaman di perutku aku langsung pergi ke kantor dengan citroen-ku. ‘Mama pasti udah pergi ke kantornya.’ batinku.
Langsung saja aku menjalankan mobilku membelah padatnya jalan ibu kota.
Selalu saja begini. Macet dimana-mana. untung saja mobilku cukup nyaman. kalau tidak,, entah apa yang terjadi. ku nyalakan musik. “Club can’t hold me” mengalun jernih. Menghentak semangat yang sedikit tenggalam karena tubuh yang belum terlalu sehat. Saat sedang asik berdendang tiba-tiba saja optimusku kembali bergetar.
“Halo??”
“Lu lagi dimana? Kita semua udah sampenih…” kata suara di sebrang sana.
“Bentar lagi juga nyampe, Rel.. beneran udah pada lengkap? Billy juga udah sampe kah?” tanyaku.
“Udah daritadi.. dia malah udah sampe tidur lagi gara0-gara nungguin lu.. buruan datengnya..”
“Iye.. 15 menit lagi juga nyampe koq.. bye..” kataku sambil memutuskan sambungan telepon.
Tak lama kemudian aku sampai di kantorku. Saat aku melangkahkan kakiku ke dalam bangunan kantorku, para pegawai yang berada di sana langsung memberi salam dengan cara sedikit membungkuk. Sebenarnya itu tidak perlu. Aku merasa risih karena cara hormat yang seperti itu. Dengna menyapaku dan tersenyum saja sebenarnya sudah cukup. Tapi apa mau dikata, itu kebiasaan yang telah tertanam di benak banya masyarakat di sini.
“Selamat pagi, Pak..” sapa salah seorang receptionist. Lihat sendiri kan? Aku di sapa ‘bapak’. Padahal aku tidak lebih tua dari dia. Harus segera dibenahi ini.
“Pagi..” jawabku. Saat aku berada di dalam lift pun begitu. Tak butuh waktu yang lama untuk sampai di ruang kantorku. Kulangkahkan kakiku masuk kedalamnya dan melihat billy yang sedang tertidur di atas sofa ruanganku, freddo yang tengah berdiri di pojok ruangan dengna sebelah kaki tertekuk menapak di dinding, dan Darrel yang berdiri di depan jendela.
“Halo semua.. udah pada lama nungguinnya ya?? Sory deh.. tadi macet panjang banget di Kuningan..” kataku yang disambut anggukan dari freddo dan Darrel. Sedangkna billy,, masih mendengkur halus.
“Lu semua yakin mau bantuin gue di kantor?” tanyaku sekali lagi memastikan.
“Iya.. kita yakin..” jawab Darrel.
Aku mamandang mata freddo dan Darrel. Terlihat kesungguhan yang tulus di sana. Lalu ku bangunkan billy dan menyanyakan hal yang sama kepadanya. Jawaban Billy pun tak jauh berbeda dengan jawaban Darrel.
Ku angkat telepon yang ada di meja kantorku dan menekan nomor extension. “Mbak, tolong kumpulkan para pegawai di lobby ya.. saya mau ngasih pengumuman penting.” Kataku lalu meletakkan kembali gagang telepon itu ke tempat semula.
“Ayo turun ke lobby..” ajakku pada ketiga sahabatku, sesampainya di lobby, semua pegawai telah berkumpul menunggu pengumuman yang akan aku katakana.
“terima kasih atas kehadirannya untuk mendengarkan pengumuman dari saya. Ada 2 pengumuman yang akan saya umumkan. Pertama, ketiga orang yang ada di sebelah saya ini akan menjadi tangan kanan saya. Mereka adalah Darrel, Freddo, dan Billy. Keputusan yang telah disetujui oleh 3 orang dari kami akan menjadi sah. Kedua, saya harap anda sekalian tidak memanggil saya dengan sebutan bapak. Saya agak risih mendengarnya. Saya kan masih 16 tahun. Paham?”
“Lalu kami harus memanggil anda dengan sebutan apa?” Tanya salah seorang pegawaiku. Aku sedikit berpikir. Benar juga. Mereka harus memanggilku apa?
“bagaimana kalau ‘Rio’ saja” jawabku.
“Baiklah, pak. Maksud saya Rio.” Aku yang mendengarnya tersenyum puas. Dan membubarkan mereka untuk kembali bekerja.
“Lu bertiga ikut gue.” Kataku. Aku kembali masuk ke ruangnaku yang berada di lantai 5. “Duduk dulu.”
“Gini, karena lu semua bakal jadi salah satu dari orang yang bisa mempengaruhi keputusan kebijakan perusahaan, maka masing-masing dari kalian gue kasih kepemilikan saham sebesar 15%. Jadi pemegang saham dari prusahaan ini ada 6 orang. Kita berempat sama 2 investor lainnya. Nanti kalian gue kenalin sama mereka deh.”
“Tunggu.. kita jadi punya saham di perusahaan lu?” Tanya Darrel. Aku mengangguk.
“tapi kita Cuma mau bantu doing.. kita nggak perlu yang namanya punya saham..” katanya lagi.
“gak apa-apa.. lebih enak kalo punya saham di perusahaan lagi.” Kataku menimpali.
“Kita nggak mau saham perusahaan lo secara Cuma-Cuma. Kita bakal beli dengan harga yang sepantasnya.” Kata Freddo.
“gak usah.. anggep aja ini sebagai ungkapan terimakasih gue karena lu semua udah niat mau bantuin gue di perusahaan.”
“gak. Gue nggak mau. Gue bakal transfer duitnya besok.”
Berkali-kali aku membujuk mereka untuk menerima saja saham yang akan ku berikan. Tapi berkali-kali pula mereka menolaknya dan bersikeras untuk membelinya sesuai dengan harga yang sepantasnya. Akhirnya aku hanya bisa pasrah dan menyetujui semuanya.
Hari pertama mereka di kantor hanya dihabiskan untuk memperlajari segala sesuatu yang berhubungan dengan kantor. Walau belum terlalu sibuk, tapi aku dapat melihat mereka yang kelelahan setelah dari tadi terus bertanya ini- itu tentang perusahaanku. Untung saja di sekolah sedang diadakan MOS dan kegiatan belajar mengajar diliburkan dulu sementara. Kalau tidak, entah apa jadinya.
* * *
Hari ketiga MOS. Masih ada 2 hari lagi. Rasanya mau cepet-cepet selesai deh. Udah nggak sanggup terus dandan kaya’ orang gila begini. Biarpun nggak jalan dari rumah, tetep aja harus jalan juga dari ‘tempat parkir’ tersembunyi yang waktu itu dikasih tau sama kak Mario. Dan sepanjang jalan, aku selalu berdoa semoga nggak ada anak kecil. Aku nggak mau kejadian yang kemaren keulang lagi.
Flashback on
“Si Anita parah banget dah. Bolos MOS nggak ngajak-ngajak. Kan gue jadi sendirian kan jalan dari tempat berenti ke sekolahnya.” Gerutuku sambil berjalan menghentakkan kaki karena kesal.
Lalu tiba-tiba kudengan banyak suara anak kecil yang mengukutiku. Bertierak-teriak sambil bertepuk tangan dengna kompaknya. “orang gilaa… orang gila… nggak punya temen.. orang gila..”
Aku langsung bersembunyi karena takut. Aku punya pengalaman buruk dengan orang gila. Tapi kenapa mereka malah tertawa. Aku masih berpikir kenapa mereka tertawa, terlebih saat mereka melihatku. Dan aku jadi semakin kesal setelah mengerti apa yang mereka tertawakan. Dandananku yang terbilang super duper amat teramat sangat aneh dan nggak keruan.
Flashback off
Sumpah demi apapu aku merasa sangat kesal saat itu. Pada anak-anak itu dan pada panitia yang menciptakan dandanan seperti ini. Tak lupa pada pihak sekolah yang membuat kebijakan waktu untuk MOS sebanyak 5 hari.
Tapi yasudahlah. Ini bisa jadi kisah yang lucu untuk di kenang di masa nanti. Mungkin kisah ini bisa membuat anak cucuku tersenyum geli mendengarnya. Eh, kenapa aku berpikiran sampai sejuah itu? Saat kulirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku, aku tersentak kaget. 3 menit lagi gerbang akan di tutup. Dengna kecepatan penuh aku berlari. Berharap semoga aku tidak terlambat.
Gerbang sekolah sudah terlihat. Dan aku semakin panic melihat pak satpam yang tengah mengambil ancang-ancang untuk menutup gerbang.
Aku berusaha untuk mencegahnya. Aku berteriak sekencang-kencangnnya “Paaaaakk!!!!!! Tungggguuuuuu…..”
To be continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar