End
Aku
masih terdiam di sini. Masih menikmati suasana mencekam nan menyedihkan
di tengah tanah pekuburan yang sunyi. Masih memandang pada satu benda
yang meski tak ku awasi takkan berpindah ke tempat lain.
7
tahun berlalu semenjak kepergianmu. Dan sampai saat ini, aku masih tak
dapat menghapus semua yang pernah terjadi diantara kita. Tak pernah
mampu menghapus wajahmu, suaramu, rasa yang pernah ada untukmu. Semuanya
masih tersimpan dengan sempurna di sini, di hatiku.
Aku
masih ingat jelas saat kau datang, melenggang masuk begitu saja ke
dalam hidupku. Melangkahi segala macam pelindung dari dunia luar yang ku
pasang untuk menghalangi orang yang ingin berkunjung. Kau terlihat
begitu lepas, tanpa beban. Dan tahukah kau? Saat itu, aku melihatmu, kau
seperti orang aneh. Dengan sikapmu yang kelewat ceria.
Setiap
kau bertemu denganku, kau tak pernah absen untuk menyapaku. Walau tak
pernah sekalipun ku balas sapaanmu. Tak jarang juga aku melemparkan
tatapan kelewat sinis padamu. Tapi kau tak pernah sedikitpun menjauh
dariku.
Kau
menarik perhatianku dengan cara yang unik dan sederhana. Membuatku
merasa ada seseorang di dunia ini yang akhirnya mampu melihatku dengan
apa adanya. Tanpa memintaku untuk berubah menjadi yang lain.
Kau,
mengajarkan aku bagaimana caranya memasang senyum di wajahku. Senyum
yang telah lama hilang –atau tak pernah ada- di wajahku. Mengajarkan aku
bagaimana caranya untuk menjaring kebersamaan yang selama ini sering ku
hindari. Kau, yang mengajarkan aku bagaimana caranya untuk bertahan di
tengah segala macam kesulitan yang mungkin akan di hadapi.
Tapi ada satu yang lupa kau ajarkan, sayang. Cara untuk melepaskanmu seutuhnya.
**********
“Kalau nanti kita menikah, kamu mau punya anak berapa?”
“Berapa ya?? Kamu maunya berapa?”
“Aku,, emmmm.. Terserah deh dikasihnya berapa..”
“Kalau di kasihnya 10 gimana?”
“Kebanyakan dong, sayang..” jawab wanita itu sambil mencubit perut pria yang ada di sisinya.
“Lho? Katanya tadi terserah..Kok sekarang kebanyakan..” sang pria mengusap perutnya yang tadi di cubit oleh wanita itu.
“Tapi kan nggak 10 anak juga..”
“Hahaha… Kalau begitu 3 orang aja gimana?” wanita di sebelahnya terlihat menimbang-nimbang tawaran pria itu.
“Boleh deh..”
Senja
hampir tiba. Dan mereka kini terdiam sambil menikmati indahnya matahari
sore. Bersemburat jingga di tengah biru yang luas. Duduk berangkulan
dengan nyaman di bangku taman.
“Rei,, pulang yuuk..”
“Sebentar lagi, sayang.. Senja juga belum sepenuhnya hilang..” kata Rei meminta Ann menunggu sebentar lagi.
Dan
saat senja sudah tenggelam dengan sempurna di ufuk barat, kedua insan
itu beranjak pergi. Melangkah melewati jalan setapak yang bersebelahan
dengan jalan besar. Sepanjang jalan mereka bercanda, tertawa riang.
Menggoda satu sama lain.
“Rei,,
jangan bercanda di jalan.. Bahaya..” Tapi dia tak mengindahkannya.
Sampai dia tersandung dan terhuyung menuju jalan raya. Pandangannya
silau oleh lampu kendaraan yang berjarak beberapa meter darinya.
“Rei!!!”
Dia merasa ada yang menarik tangannya. Lalu semua berubah gelap.
**********
Kesunyian ini lirihku bernyanyi
Lagu indah untukmu
Aku bernyanyi
Engkaulah cintaku
Cinta dalam hidupku
Bersama rembulanAku menangis mengenangmuEngkaulah hidupku
Sgala tentangmu
Ku memanggilmu dalam hati lirih
Hidup dan matiku
Tanpa dirimu
Aku menangis mengenangmu
Sgala tentangmu
Ku memanggilmu dalam hatiku…
Aku bernyanyi
Mengenangmu
Sgala tentangmu
Ku memanggilmu dalam hati lirih
Ku memanggilmu dalam hati lirih
Ku kenang dirimu…
“Tujuh tahun.. Sudah lama ya.. Bagaimana keadaanmu disana? Baik-baik saja kah?” Tanya Rei pada langit luas.
“Syukurlah kalau kau di sana baik-baik saja.. Aku disini juga baik-baik saja.. “Air matanya mulai bergulir.
“Aku rindu padamu, Ann.. Hhhhh… Seandainya
saja kau tak menyelamatkan aku tempo hari, mungkin kau masih ada di
sini.. Seandainya aku lebih berhati-hati agar tak tersandung batu,
mungkin saat ini kita masih bisa bercengkrama bersama.. Seandainya aku
menuruti perkataanmu waktu itu, mungkin sekarang kita masih bisa
menikmati pemandangan senja yang indah bersama.. Seandainya..” Diusapnya
air mata yang sempat tertumpah.
“Ah,
sudahlah.. Tak ada gunanya juga aku berandai-andai.. Kau takkan hadir
lagi di sini untukku bukan?” Dihirupnya udara dalam-dalam. Angin malam
yang berhembus di atap gedung tinggi ini mengusap lembut rambutnya yang
sudah mulai panjang.
“Sejauh
ini aku sudah berhasil melewati hari-hari yang terasa kejam tanpa
hadirmu.. Aku berhasil melewatinya.. Walau tak jarang malam-malamku di
hampiri mimpi buruk.. Tapi aku masih bertahan hingga sekarang.. Meski
aku sangsi waktuku akan bertahan lama..”
Disusutnya
cairan yang turut mengalir dari hidungnya. Dia tersenyum miris melihat
cairan merah itu. Inilah dampak dari keterpurukkannya selama tahun-tahun
pertama kepergian Ann. Dia begitu merasa kehilangan sampai tak mampu
mengontrol emosinya. Malam- malam yang ada di habiskannya di tempat
hiburan malam. Menenggak berbotol-botol minuman keras.
Sisa harinya ditemani dengan bergelas-gelas vodka di
rumahnya. Hingga tubuhnya yang rapuh tak mampu menanggung semuanya
lagi. Itu semua dilakukannya hanya untuk dapat melihat Ann lagi. Karena
saat kesadarannya jatuh hingga ke titik nadir, Ann akan datang dengan
wajah malaikatnya. Menghampiri meski tak akan mampu bertahan lama.
Karena saat kesadarannya kembali pulih, Ann akan menghilang. Dan saat
itu, yang dia lakukan adalah kembali menenggak berbotol-botol alhokol.
“Inilah akibat dari kehilanganmu, Ann.. Hhhhh…”
Rasa
sakit itu mulai datang menjalari tubuhnya yang kian tirus. Tapi dia
tetap bertahan di sana. Berdiri, meski terus terhuyung. Tak terlihat
binar kesakitan di wajahnya. Hanya ada senyum janggal di sana. Tangannya
mendarat pelan di perut kanannya. Memegang sumber rasa sakit itu.
“Hati ini, Ann.. Hati ini telah rusak sejak kepergianmu.. Dan maafkan aku,, karena aku yang telah merusaknya..”
“Jangan
marah, Ann.. Semua ini terjadi karena kekhilafanku.. hhhh…Tapi aku
sedikit bersyukur.. Dengan ini, aku bisa bertemu denganmu lebih cepat..”
senyum janggal itu tertarik makin lebar.
Pandangannya
mengabur. Rasa sakit itu berkembang terlalu cepat. Dia meringis
kesakitan. Terhuyung ke belakang dan jatuh meringkuk. Berteriak untuk
meluapkan rasa sakit, tapi rasa sakit itu tak juga berkurang. Dia
menggeliat makin keras di atap.
‘Mungkin ini waktunya.. Akhir yang nyata untuk hidupku setelah kehilanganmu..’ batinnya. Darah memancar keluar dari mulutnya. Rasa sakit itu belum juga pergi.
Dia
kembali terbatuk keras. Darah pun kembali memuncrat dari mulutnya dan
hidungnya. Hingga kesadarannya jatuh. Tapi dia kembali tersenyum disela
rasa sakitnya. Karena wanita yang dicintainya kini hadir di hadapannya.
Datang menghampirinya. Mengusap lembut wajahnya.
“I love you, Ann.. Sekarang, dan selamanya..”
Dan
mata pemuda itu tertutup. Tubuhnya tak lagi menegang karena sakit.
Darah yang menggenang di sekitarnya mulai menghitam karena kering.
Tubuhnya memucat. Tapi senyum itu masih bertahan di wajahnya. Senyum
kebahagiaan yang menandakan dia telah kembali bersama gadisnya. Dalam
keabadian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar