Minggu, 11 Desember 2011

Music in Our Life part 10-11 (repost from pujiwidiastuti2.blogdetik.com)

“Paaaaakk!!!!!! Tungggguuuuuu…..” teriakku sambil terus berlari. Dan pak satpam yang ada di depan sana terus saja berjalan menutup gerbang. Sepertinya dia tidak mendengar teriakanku. Aku berlari makin cepat.
Saat aku mencapai pintu gerbang, langsung saja aku merangsek masuk dengan memiringkan badanku. Dan aku dapat menghela nafas lega. Aku tidak perlu berdiri di depan gerbang dan mendapatkan hukuman dari senior.
Nafasku masih tersengal-sengal. Aku terus mengatur nafasku sambil berjalan menuju lapangan. Seperti hari-hari sebelumnya, pagi ini juga akan diadakan upacara. Walau SP adalah sekolah swasta, tapi SP tetap berusaha menanamkan rasa nasionalisme sedalam mungkin di dalam diri para siswanya. Inilah yang membuatku salut. Nama boleh aja import, tapi rasa nasionalismenya tidak perlu lagi dipertanyakan.
“Hai,, boleh kenalan?” Tanya seseorang padaku.
“Boleh lah. Nama gue Marissa, tapi lu bisa panggil gue Riri. Nama lu siapa?”
“panggil aja gue Nate.” Kami pun berjabat tangan dan kembali berjalan beriringan menuju lapangan.
Upacara berjalan dengan khidmat. Selepas upacara, kami semua masuk ke ruangan masing-masing dan melanjutkan acara perkenalan tentang SP di bawah bimbingan guru yang nantinya akan menjadi wali kelas kami.
Aku biasanya duduk dengan Anita. Tapi berhubung hari ini dia bolos MOS, terpaksa aku duduk sendirian. Rasa kantuk mulai menggerayangi mataku. Berkali-kali aku harus kuat menahan diri agar tidak menguap. Ya, walaupun ada beberapa saat aku malah menguap lebar.
Entah karena melihatku yang sepertinya mengantuk atau apa, tiba-tiba pak Joe menyuruh kami semua untuk berdiri. Aku dan teman-temanku bingung. Lalu Pak Joe mengajak kami untuk menyanyi. Menyanyikan lagu yang memacu semangat, tentu saja.
Kami pun dengan bersemangat menyanyi. Sebuah lagu milik Albert dan Glenn fredly mengalun riang.
Hidupmu indah bila kau tahu jalan mana yang benar
Harapan ada, harapan ada, bila kau mengerti
Hidupmu indah bila kau tahu jalan mana yang benar
Harapan ada, harapan ada, bila kau percaya
Walau tidak semua murid di kelasku hapal seluruh lirik lagu itu, tapi semuanya tetap bernyanyi. Senyum semangat terkembang di wajah kami. Mengusir kantuk yang sempat hadir.Suara riuh tepuk tangan dan tawa menggema dari kelas kami. Mengundang perhatian dari kakak kelas yang ada di dekat kelas kami. Setelah kembali segar, Pak Joe kembali melanjutkan materi yang dibawakannya.
Tak terasa waktu makan siang telah tiba. Kami pun memakan bekal yang tadi pagi kami bawa. Pyramid kuning, sayuran ungu merah, ikan berkaki, dan buah monyet. Maksudnya adalah nasi kuning di bentuk tumpeng mini, balado terong, ayam dan pisang. Aneh sekali bukan nama-namanya? Ini pula yang membuat aku ingin cepat-cepat menyelesaikan MOS. Aku pusing memikirkan tiap teka-teki makanna yang diberikan oleh para anggota OSIS.
Selepas makan siang dan beribadah, kami dikumpulkan di lapangan untuk kembali menyaksikan demo ekskul. Kali ini yang akan tampil adalah ekskul tari, dan perfilman yang menyatu dengan fotografi. Aku terpukau oleh para anggota ekskul tari. Mereka keliahatan sangat luwes sekali. Menarikan tap dance, ballet, tango dan modern dance. Gerakan tarian mereka seperti mengundangku untuk bergabung dengan mereka. Well, aku sudah memutuskan. Aku akan mengikuti ekskul tari. Aku memang ingin belajar menari sedari dulu. Selesai acara nanti aku merencanakan untuk pergi ke ruang ekskul tari dan music. Aku akan meminta formulir pendaftaran.
Sore menjelang. Kegiatan hari ini pun harus berakhir. Setelah di bubarkan, aku berjalan menuju gedung E. gedung yang di khususkan untuk menampung ruang-ruang secretariat dari masing-masing ekskul dan ruang teater di lantai atasnya. Ruang pertama yang aku kunjungi adalah ruang ekskul tari. Setelah mangambil formulir pendaftarannya, aku pun bergegas menuju ruang music.
“Sore kak. Saya mau ngambil formulir pendaftaran ekskul music.” Kataku.
“Wah, lagi di copy dulu formulirnya. Kamu tunggu sebentar ya..” aku mengangguk.
“Kakak yang kemarin ketemu sama saya di deket sekolah itu kan?” tanyaku.
“Yang mana ya??” hening sejenak. “Oh, kamu yang naik mobil sama temen kamu itu ya?”
“Ssssttt.. jangan kenceng-kenceng kak. Takut ketauan kakak OSIS..”
“Hahahahaha… tenang aja. Ruangan ini kedap suara koq..oh iya, saya Rio. Nama kamu siapa?”
“Saya Riri.”setelah berkenalan, obrolan-obrolan ringan mulai mengalir di antara kami. Entah mengapa aku merasa nyaman ngobrol dengannya. Ada sesuatu yang berbeda di dalam dada ini. Yang terus bergemuruh dengan dahsyatnya.
“Ri, Formulirnya udah selesai di copy nih. Mau ditaro dimana? ” Kata seseorang di dekat pintu. Reflek kami berdua menyahut dan menoleh kearah suara.
“Taro di lemari aja, Rel. Biar nggak tercecer.” Jawab Rio. Sepertinya mukaku agak merah karena malu. Haduuh..
“Eh, ada anak baru. Mau ngambil form ya?” aku mengangguk.
“Namanya Riri, Darrel. Jangan suka ganti-ganti nama orang tanpa persetujuan deh..” kata Rio.
“Hehehehe.. sory deh. Nih form-nya.”
“Makasih, kak”
Formulir tari dan music telah ada dalam genggaman tanganku. Kini waktunya aku pulang ke rumah. Mempersiapkan segala sesuatu yang akan aku bawa untuk esok.
* * *
Hari ini adalah hari terkahir MOS. Terlihat dua anak perempuan yang berjalan beriringan. Canda dan tawa terus terlontar dari mulut mereka.
“Tumben banget hari ini lu nggak ngajak gue naik mobil ke sekolah?” tanya gadis berkuncir delapan.
“Kan hari terakhir. Gue pengen ngerasain jalanke sekolah pake dandanan kaya’ begini.” Jawab gadis berkuncir lima.
“Gaya banget lu.. bilang aja mobil lu lagi di bengkel..”
“hahahaha… lu tau aja dah.”
“Yaiyalah.. orang nabrak pagernya aja bareng sama gue… hahaha”
Kali ini mereka berjalan santai. Tak seperti hari-hari sebelumnya yang harus berlari mengejar waktu yang mepet. Sesampainya di SP, keadaaannya masih sepi.
“Ri, gue bingung deh. Koq masih sepi ya?” Tanya gadis berkuncir lima.
“Tau juga dah. Masa iya pada telat berjamaah? Kan nggak mungkin banget. Secara sekarang nggak lagi ujan.” Jawab gadis berkuncir delapan.
“atau jangan-jangan hari ini seharusnya libur?” Tanya Anita lagi.
“Nggak ah. Kemarin nggak ada pengumumannya koq..” Mereka pun menunggu saja d sana. 5 menit, 10 menit, 30 menit, tapi orang-orang tak kunjung datang.
“Ya ampun!! Gue lupa!! Hari ini kan kita masuknya jam 9 pagi. Bukan jam 6 kaya’ biasanya..” seru Riri.
“Astaga!! Kenapa nggak bilang daritadi??”
“hehehe lupa…”
Akhirnya untuk membunuh waktu mereka memutuskan untuk pergi ke ruang music. Riri mengambil saxophone dan memainkannya. Sedangkan Anita hanya diam menonton karena tidak dapat memainkan alat music.
“Gue ke kamar mandi dulu ya..” pamit Anita. Saat keluar ruangan, dia terkejut mendapati sudah banyak orang yang ada di luar dan mulai berbaris. Tergesa-gesa dia kembali masuk ke dalam dan memberitahu Riri untuk segera turun dan turut berbaris.
Seperti biasa karena ini adalah hari terakhir MOS, maka para peserta di tugaskan untuk mengumpulkan tanda tangan dari panitia. Tiap meminta tanda tangan, peserta akan di berikan tugas yang bermacam-macan. Seperti bergoyang dangdut di lapangan, menyatakan cinta pada senior, atau menyanyi keras-keras di lapangan.
Setelah waktu yang ditentukan habis, kegiatan mengumpulkan tanda tangan pun berakhir. Setelah serangkaian upacara penutupan, maka acara MOS pun telah resmi di tutup. Dan para peserta telahsecara resmi menjadi bagian dari SP. Itu adalah sebuah hal yang melegakan. Tak hanya untuk Riridan Anita, tapi juga untuk semuanya.
“Ta, lu ikut ekskul apa aja?” Tanya Riri saat dalam perjalanan pulang.
“Gue males ikut ekskul. Selama di SMP gue udah kenyang ikut banyak ekskul, jadi sekarang gue mau merasakan tenangnya hidup tanpa ekskul.” Jawabnya.
“Lebay banget dah lu.. Tapi kan kita wajib ikut ekskul, minimal 2.. kalo nggak ikut,, nggak tau dah nanti masa depan lu di SP kaya’ gimana..”
“Sumpeh lu?? Astaga.. rusak sudah rencana gue buat hidup tenang.. minimal 2?? Lu ikut apa aja?”
“Kalo gue sih ikut music sama tari..”
“jadi bingung gue.. paling gue ikut basket sama jurnalistik and perfilman.”
“katanya ekskul minimal 2 kebanyakan buat lu.. tapi sekarang kenapa lu nambah jadi 3? Aneh lu..”
“hahahaha… mumpung ada yang gratis,, manfaatkanlah dengna baik. Kapan lagi gue belajar fotografi sama jurnalistik gratisan..”
“Dasar pecinta gratisan..” kata Riri.
Karena terus asik mengobrol, mereka tak sadar sudah ada di depan gerbang komplek rumah mereka. Tak lama kemudian mereka berpisah menuju rumah masing-masing dan beristirahat.
* * *

Pagi menjelang. Rio dan keluarganya sedang sarapan bersama. Sebuah pemandangan yang jarang terjadi. Mengingat semua orang di rumah tergolong orang yang super sibuk. Ayah dan ibu Rio adalah pengusaha perak yang sukses. Kakak rio - nino- adalah seorang dokter. Sedangkan Rio sendiri memiliki perusahan advertising yang didirikannya sejak setahun silam.
“Perusahaan kamu gimana, yo?”Tanya ayah.
“Baik-baik aja koq pa.”
“MMasih suka bermasalah?” Tanya ibu.
“Sekarang udah nggak.”
“Kamu pasti masih suka begadang sampe sekarang. Muka kamu kuyu banget sih.. kalo ada masalah di perusahaan bilang sama kita dong.. kali aja kita bisa bantu. Kebanyakan begadang itu nggak bagus buat kesehatan. Nanti kamu jadi sakit..” Kata Nino.
“Ayah, ibu sama Kak Nino kan juga sibuk. Lagian juga sekarang udah ada yang bantu handle perusahaan koq.. tenang aja.” Jawab Rio sambil tersenyum.
“Siapa, yo?” Tanya ayah.
“Darrel, Freddo sama Billy, Yah.. oh iya, kak. Kemarin, waktu kakak dinas ibu demam lho.. coba kakak periksa ibu..”
“Beneran bu? Kenapa nggak bilang sih? Kalo ibu sakit apa-apa gimana? Lain kali pokoknya ayah, ibu sama Rio kalo ngerasa nggak enak badan telepon aku. Biar aku bisa periksa..”
Yah, begitulah seorang Nino. Perhatian dan menyayangi sekali dengna keluarganya. Kalau ada yang sakit sedikit saja, dia langssung cerewet dan memeriksanya sendiri. Memastikan keluarganya mendapatkan yang terbaik. Rio juga begitu. Kakak adik itu begitu mirip sifat dan tingkah lakunya. Sama-sama penyayang dan mandiri. Tak lupa sama-sama keras kepala.
“Rio berangkat ke kantor dulu ya..” pamit Rio pada keluarganya. Tak lupa dia mencium tangan dan pipi kedua orangtuanya.
“Ati-ati dijalan ya, Yo..” kata Nino.
“Ok!!”
Rio pun menaiki citroen yang dibelinya dari hasil usahanya. Perjalanan menuju kantor merupakan hal yang lumayan membosankan untuknya. Untuk menghilangkan rasa bosannya, dia menyalakan music di mobilnya. Mengalunlah ‘ordinary people’ milik john legend. Dengan fasih Rio bernyanyimengikuti.
Sesampainya di kantor, dia segera menuju kantornya. Di sana dia melihat ketiga sahabatnya telah berkumpul. Mereka tengah memperhatikan dokumen yang ada di tangan masing-masing. Wajahnya terlihat tidak mengenakkan.
“Pagi semua..” tapi tidak ada yang menjawab. “Ada apa sih? Pada tegang amat mukanya..”
“Masalah,, besar..” jawab Billy. Uh-oh. Jika Billy si pendiam sudah bicara, berarti masalah yang di hadapi benar-benar gawat.
“Perusahaan,,”
“Perusahaan kenapa, Bill?”
“Perusahaan,,”
“Kenapa, Bill?? Bilang sama gue..”
“Perusahaan,,,,”
“Perusahaan kenapa bill?? Kasih tau gue..”
“Perusahaan,, dapet klien baru.. bayarnya gede..”
“Ah, elu.. bikin gue panic aja deh.. gue kira perusahaan kenapa-kenapa.. jadi siapa yang mau handle ini klien?” tanyaku.
“Lu aja yang handle..” jawab Darrel.
“Gue udah sering.. gantian lu-lu semua dong..”
“Lah,, kita kan belom pernah handle yang kaya’ begituan.nanti kalo kenapa-kenapa gimana?”
“Ya makanya itu lu pada belajar. tenang aja, nanti lu bakal ditemenin sama salah satu pegawai senior di sini koq..” Mereka pun mengangguk setuju. Setelah berembuk sebentar, diputuskanlah yang akan menghandle klien kali ini adalah Darrel.
“Tunggu deh, mending kita bagi-bagi tugas deh. Darrel yang ngurusin hubungan sama klien. Billy yang ngurusin human Resource. Fred yang ngurusin bagian keuangan. Gimana?” tanyaku.
“Kenapa si Fred yang ngurus bagian keuangan? Kenapa bukan gue aja?” protes Darrel.
“Ada 3 alasan. Pertama, muka si Fred yang rada-rada sadis bisa bikin klien gue kabur. Kedua, si Fred pinter banget sama yang namanya masalah keuangan dan orangnya teliti, nggak kaya’ lu. Terakhir, muka lu muka-muka suka korupsi.. hahahahahaha…”
“Sialan lu..” satu jitakan mendarat cukup keras di kepalaku. Aku meringis kesakitan. Sementara pelakunya malah tertawa.
Setelah semuanya menyetujui, kami mulai bekerja. Aku mengulum senyum melihat kawan-kawanku yang bersedia mengerutkan dahi, berpikir bersamaku. Serius sekali wajah mereka. Sementara Darrel sedang bersiap-siap untuk bertemu dengna klien.
“Sukses ya, Rel.. eh, kalo balik lagi bawain cheesecake dong. Enak kaya’nya makan cheesecake.”
“ok,, yang lain mau nitip apa?”
“Apa aja.” Jawab Fred. Billy? Dapat dipastikan tidak mendengar. Telinganya tersumbat headset.
“gue berangkat dulu.. Bye..”
* * *
Hari pertama sekolah telah tiba. Siswa-siswi SP telah berdatangan ke sekolah sebelum matahari terbit, bahkan ketika hujan seperti pagi ini. Karena salah satu peraturan di SP adalah jam masuk yang pagi sekali. Yaitu pukul 6. Tidak ada toleransi waktu. Jika ada siswa yang terlambat maka akan diberi hukuman dan diberikan poin sanksi. Jika poin sanksi sudah mencapat jumlah tertentu maka akan diberikan sanksi yang lebih berat.
Maka dari itu tidak ada siswa SP yang berani untuk sengaja datang terlambat. Apalagi bagi siswa baru. Seperti Anita dan Riri. Sejak pukul 05.35 WIB mereka telah tba di SP. Mereka mencari nama mereka dalam daftar kelas yang di temple di depan kelas masing-masing. Ternyata mereka tidak sekelas. Kecewa, tentu saja. Padahal mereka sudah merencanakan untuk duduk bersama. Tapi apa boleh buat. Toh, mereka akan tetap bisa bertemu. Anita masuk ke kelas X4 sedangkan Riri masuk kelas X8.
Setelah memasuki kelasnya, Riri duduk di barisan tengah. Dia terbiasa duduk di tengah kelas. Dia terdiam sendirian. Tidak mengenal wajah-wajah yang ada di kelasnya. Dia agak enggan untuk memulai berkenalan. Dia memang begitu. Agak sedikit pemalu. Jika tidak diajak berkanalan, dia tidak akan mengenalka dirinya.
“Hallo, Ri, kita sekelas ternyata.. kita duduk bareng ya…” seru seseorang.
Riri terlonjak kaget dan mengamati sosok yang tengah berdiri di sebelahnya. Dia mengangguk tapi masih saja memperhatikan sosok wanita itu.
“Lu lupa sama gue ya? Gue Nate.. kita ketemu kemarin pas lagi ospek.. oh, kita kan ketemu sama banyak orang ya waktu ospek.. hehehe… yang kuncirnya 31 dah.. paling banyak tuh gue..” kini Riri mengingatnya. Yang bertemu dengannya dan mengajaknya berkenalan terlebih dahuu saat akan melaksanakan upacara pagi.
“Yayaya… gue inget.. kita sekelas? Syukur deh kalo gitu.. gue kira gue bakal terdampar disini sendirian tanpa ada seorangpun yang namanya gue kenal.. hehehe…”
Karena hari ini hujan, maka jam upacara ditiadakan. Dan para siswa pun tetap berada di dalam kelas. Menunggu jam upacara selesai. Riri dan Nate berbincang untuk sambil menunggu jam pelajaran pertama dimulai.
“Nanti pas istirahat kita ke kelas temen gue yuk.. nanti gue kenalin sama temen gue.. yayaya..”
“ok.. eh, gurunya udah masuk..” Jam pelajaran pertama pun dimulai. Seperti yang telah diperkirakan sebelumnya, hari ini tidak ada materi yang disampaikan. Hanya perkenalan saja.
Bel tanda istirahat berdentang. Para siswa segera keluar kelas menuju kantin. Mengisi perut yang semenjak pagi belum diisi. Riri dan Nate juga turut keluar kelas. Tapi mereka pergi ke kelas X4 dulu, kelas Anita.
“Hai,Nit.. Kenalin ini Nate. Temen sebangku gue.” Anita melihatnya sebentar, menjabat tangan Nate dan tak tersenyum. Entah kenapa bisa begitu. “Kita ke kantin yuuk.. gue laper,, tadi pagi belum sarapan..” tanpa menunggu persetujuan Anita dan Nate, Riri melangkah pergi.
Sesampainya di kantin, mereka terpekur takjub. Penuh sekali. Mereka pun menyelip-nyelip di antara barisan siswa untuk memesan makanan. Setelah membayar pesanan, mereka segera mencari tempat duduk. Tapi semua meja telah ada yang mengisi. Tersisa satu meja yang tidak penuh. Mereka pun mendatanginya.
“permisi kak,, boleh ikut gabung ya…” kakak kelas yang duduk di hadapannya hanya melihatnya sekilas dan kembali membaca novel yang ada di genggamannya.
‘ih nggak sopan banget sih ini cowok.. si Riri nanya baik-baik dianya nggak jawab.. iieeeuuuhh…” batin Anita. Riri dan kawan-kawan segera duduk di meja itu. Saat Riri sedang asik menikmati makanan, ada yang duduk di sebelahnya.
“Hai, lu yang kemarin minta form ekskul music kan? Siapa nama lu?? Eemmmmm,,, Ri,, Ri,, Riri ya??” Riri menatapnya dengna pandangan yang seolah berkata ‘emang kita pernah ketemu?’. Riri memang memiliki sedikit masalah dengan mengingat wajah dan nama orang yang baru saja ditemuinya.
“Kakak temennya kak Rio?”
“Yup,, betul sekali.. tuh orangnya..”
“Eh, ada Riri.. Apa kabarnya?? Selama menjadi anak baru di SP ya…” kata Rio. “Kenalin ini Fred, yang duduk di sebelah lu Darrel, yang lagi baca novel Billy..”
“Baik, kak.. ini teman-teman gu, eh saya. Anita sama Nate..”
“Hai..” kata Anita dan Nate bersamaan.
“Eh, kalo nggak salah kemarin-kemarin lu minta form ekskul music kan? Koq belum dibalikin? Hari terakhirnya kan hari ini..”
“Masa kak?? Yaah.. gu eh, saya nggak bawa..”
“hahaha… pake gue-lu juga nggak apa-apa.. yaudah lu balikinnya besok aja”
“nggak apa-apa kak begitu?”
“nggak apa-apa.. ketua ekskulnya kan temen gue.. bisalah di lobi dikit.. hehehe…”
“tunggu deh kak,, itu batas akhir ngumpulin form pendaftaran ekskul-ekskul yang lain juga hari ini?” Rio mengangguk sambil memasukkan sepotong besar somay kedalam mulutnya. “yah, gue juga nggak bawa form ekskul tari.. Lu udah pada ngumpulin Form ekskul belum?” Tanya riri panic.
“gue udah pas hari terakhir MOS..”
“gue juga udah tadi pagi. Nitip sekalian sama temen sekelas gue yang ekskulnya sama..” jawab Anita.
“Terus nasib gue gimana?? Huhuhu”
“Udah,, besok aja.. masalah lainnya nanti gue yang urus. Yang penting besok jangan lupa bawa form-nya terus kasih ke gue. Ok?” kata Rio menenangkan.
“beneran nggak apa-apa kak? Nanti kalo form-nya ditolak gimana?”
“tenang aja.. semuanya bisa diurus…”
“Makasih ya kak…” Bel masuk berbunyi. Para siswa bergegas kembali ke kelas masing-masing.
“Lu baik tumben mau berbaik-baik hati sama anak baru? Biasanya lu orangnya paling taat peraturan.. lJangan-jangan lu naksir sama si riri-riri itu ya??” tebak Darrel.
“Sembarangan aja lu.. gue juga nggak tau kenapa bisa begitu.. tapi gue ngerasa harus bantuin itu anak aja..”
“Cie.. love at the first sight nih ceritanya..”
‘mungkinkah gue jatuh cinta sama Riri?’ batinnya.
* * *
Siang menjadi terik setelah sepanjang pagi hujan mewarnai langit. Dua orang siswi berjalan beriringan. Saling bercakap tentang hari yang baru saja dilalui.
“Ri, lu beneran mau temenan sama Nate?” Tanya Anita.
“iya.. kenapa? Lu koq keliatannya nggak suka gitu sama si Nate?ada apa sih?’
“nggak tau.. Perasaan gue nggak enak pas ngeliat mukanya si Nate. Kaya ada yang memperingatkan gue supaya nggak terlalu deket sama dia.. tapi nggak jelas juga alasannya apa..”
Ah, itu Cuma perasaan lu doang kali..” sanggah Riri.
“iya kali ya.. ah tau deh.. nggak usah dipikirin lagi..”kata Anita.
‘semoga aja perasaan gue nggak bener. Semioga Nate bener-bener bisa jadi temen yang baik buat Riri..’ Antita membatin.
* * *
Keesokan harinya, Riri tak lupa lagi memasukkan form pendftaran ekskul music dan tari kedalam tasnya. Setibanya di sekolah, dia langsung mencari Rio. Di datanginya kelas Rio yang berada di lantai 3. Tapi tak ditemuinya sosok itu.
Akhirnya dia turun menuju kelasnya. Saat melewati lapangan, dia melihat seseorang yang sedang meninju-ninju udara kosong. Mungkin sedang berlatih bela diri. Didekatinya sosok itu.
“dia kan,,,,”



To be continue,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar