The way she looks and where you go
I need to see her face
I need to understand
Why you and I came to an end
* * *
“vina..”
DEGG.. Aneh.. Tak biasanya dia memanggil namaku yang sebenarnya. Biasanya yang ‘LiDy’ lah yang akan terucap dari mulutnya. LIttle laDY. Tapi kenapa sekarang,,
“kenapa van?” jawabku perlahan.
“aku mau bicara sama kamu..”
“bicara?? Dari tadi kan kita udah bicara,van..” aku mencoba mencairkan suasana.
“aku serius.. Ada yang mau aku omongin ke kamu..”
Entah kenapa perasaanku jadi tak enak. Ada yang berbeda dari dirinya. Ekspresinya tegas, serius sekali. Oh, Tuhan.. Ada apa ini? Ada sesuatu membayang di kedalaman matanya. Sesuatu yang membuat aku tak mau mendengar perkataan yang akan dilontarkannya.
“aku mau kita putus..”
Dan kalimat pamungkas itu keluar dari mulutnya.
“kamu ini ya,, ulang tahun aku kan masih 3bulan lagi.. Masa ngerjainnya sekarang..” kataku. Ku tatap kedua bola matanya. Berharap menemukan binar-binar jahil di sana. Dan kekecewaan menghantamku dengan telak.
“kamu bercanda kan?” ku raih tangannya di atas meja. “bercandaan kamu gak lucu tau..”
Dia tetap membisu. Perlahan ditariknya tangan besar itu dari genggamanku.
“aku serius.. Aku udah ngerasa nggak cocok sama kamu..”
“putus? Ta,, tapi kenapa? Apa aku udah bikin salah sama kamu? Kalo iya aku minta maaf van..” pandanganku mulai mengabur..
“nggak ada yang harus dimaafin.. Terimakasih atas semuanya selama ini..” ucapnya sambil berdiri, hendak pergi dari restaurant ini.
“apa ada wanita lain dihatimu selain diriku?”
Langkahnya terhenti. Airmataku
Mulai bergulir. Perlahan tapi pasti.
“JAWAB AKU STEVAN ABDULAH!! APA ADA WANITA LAIN SELAIN AKU DI HATIMU??” Tak kuhiraukan berpasang-pasang mata yang menatap kami. Hatiku terlalu galau untuk peduli terhadap sekitarku.
Tubuhku bergetar karena tangis. Nafasku tersengal karena isakkan. Tapi dia, tetap berdiri membelakangiku. Tidak menghapus sedikitpun airmataku. Bahkan menolehpun tidak. Tak lama kemudian, dia benar-benar meninggalkan aku sendiri.
* * *
Tell me again I want to hear
Who broke my faith in all these years
Who lays with you at night
When i’m here all alone
Remembering when I was your own
* * *
“vina.. Udah saatnya lu bangkit dari semua keterpurukan ini.. Bangun,, hadapi dunia..” ucap viana, kembaran vina.
“tapi vi,,”
“nggak ada tapi-tapian.. Sebagai langkah awal, ayo temenin gue ke tempat favorit kita ya..” viana mulai bersiap-siap untuk pergi. Sementara vina masih duduk termangu di atas tempat tidur. “ayo vi.. Gue gak mau sodara kembar gue jadi manusia gua gara-gara putus sama seorang stevano..” Akhirnya vina pun luluh oleh bujukan viana.
Setelah setengah jam berkendara dua gadis serupa itu pun sampai di tujuan. Segera saja mereka memesan.
“lu mau pesen apa vin?”
“gue pesen espresso aja..” jawab vina pelan.
“tumben lu mesen espresso.. Yaudah, espresso 1, mocachino 1..”
Selepas memesan, mereka pun duduk di pojok cafe. Tempat favorit mereka. Tempat yang memiliki jarak pandang luas.
“stevan..” lirih vina.
* * *
I let you go I let you fly
Why do I keep on asking why
I let you go Now that I found
A way to keep somehow
More than a broken vow
* * *
Tuhan,, aku melihatnya. Dia yang telah membuatku terpuruk. Yang telah membuatku menangis seminggu penuh. Menggandeng mesra tangan wanita lain. Senyum bahagianya, seperti air garam yang merembesi lukaku.
Sorot matanya begitu dalam. Berlumur cinta. Sorot mata yang dulu hanya untukku.
Viana masih saja berceloteh entah tentang apa. Aku tidak menyimaknya. Diriku terlalu terfokus pada wajah rupawan stevan.
Espressoku tak menarik lagi untukku. Kubiarkan mendingin dengan sendirinya. Masih saja aku memanjakan mataku dengan memandangi wajahnya.
“hai, sayang.. Hai vin.. Sori telat..” kata josh, kekasih viana.
“kamu datengnya telat banget.. Bosen tau nunggunya..” omel viana.
“ya maaf.. Tadi ada a little accident..” digaruknya kepalanya yang aku yakin tidak gatal.
“eh, tangan lu kenapa?” tanyaku penasaran.
“lha, ini oleh2 keceklaan eh, kecelakaan yang tadi..”
Dan sudah dapat ditebak viana pasti langsung memberondong josh dengan pertanyaan yang menanyakan keadaannya. Dilanjutkan dengan josh yang menekankan berkali-kali bahwa dia baik-baik saja. Diakhiri dengan beragam ucapan dan adegan mesra.
Dan aku harus mengurut dada melihatnya. Dulu oke-oke saja melihatnya. Tinggal melakukan hal yang sama dengan mereka bersama stevan. Sekarang? Aku hanya mampu menelan pil-pil kemesraan itu bulat-bulat.
Daripada terus menonton drama romantis viana dan josh, lebih baik aku memandangi wajah rupawan stevan. Mumpung dia masih bisa ku lihat. Mungkin saja untuk yang terakhir kalinya.
Saat kualihkan pandanganku ke stevan, aku disuguhkan pemandangan yang membuat hatiku ngilu. Segera saja ku keluarkan selembar uang seratus ribuan dan kuletakkan di atas meja.
“gue pulang duluan ya.. Mobil gue bawa..” tanpa menunggu persetujuan viana dan josh, kusambar kunci mobil yang tersampir diatas
meja. Masih sempat kudengar mereka memanggil namaku. Tapi tak ku acuhkan. Aku masih terus berlari.
Ku injak pedal gas dalam-dalam. Berharap kecepatan mobilku dapat menghilangkan bayang-bayang stevan dan gadisnya yang baru..
To be continue..
Posted at my house, tangerang.
Puji widiastuti,
Seseorang yang baru saja belajar menuangkan inspirasi ke atas kertas, bercerita..
Dan saya mengharapkan kritik konstruktif dari anda..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar