“Nit, tau nggak? Tadi
tumben kak Billy nyariin lu di kantin. Ada apa sih?” tanya Riri wajah
Nita yang tiba-tiba saja mengeras membuat Riri makin penasaran dengan
apa yang terjadi.
“Nit, are you ok?” ada masalah sama kak Billy?”
“sory, Ri.. Bisa nggak kita nggak usah ngomongin dia? Bete gue..”
“Tapi,,”
“please…”
“Ok. As you wish..” kata Riri. Suasana jadi hening. Tiba-tiba muncul ide di pikiran Riri. “Nit, bolos aja yuuuk.. Kita ke ruang musik…yayayayaya…please…”
“Sama Nate?”
“Emmmmm… mungkin. Kenapa gitu?”
“Kita berdua ajalah… kangen gue berduaan sama lu..” Riri tak habis pikir kenapa Nita masih saja memasang dinding pembatas dengan Nate. “Ya… kita berdua aja ya…” rengek Nita. Kali ini Riri mengangguk menyetujuinya. Mereka tertawa-tawa kecil sambil berjalan ke ruang musik.
“Ri, mainin kenny G buat gue dong..”
Riri pun mencari letak saxophone di ruangan itu. Setelah menemukannya, mengalirlah ‘the greatest moment’. Mengalun merdu, bergema megusir sepi di ruang musik. Nita memejamkan matanya. Menikmati permainan Riri. Begitu juga dengan orang yang berada di balik panggung. Dia begitu menikmati permainan Riri. Sedangkan sosok yang mengintip dari jendela merasa resah dan tersisih.
Orang yang berada di balik panggung bangun dari tidurnya dan melangkah menuju panggung. Tapi saat mengetahui siapa yang berada di jajaran bangku penonton, dia menghentikan langkahnya. Dia masih belum bisa menemui wanita itu. Dengan langkah gontai dan tangan yang menyelusup hangat ke saku celana, dia beranjak meninggalkan ruang musik melalui pintu samping yang ada di balik panggung. Begitu juga dengan sosok yang tadi mengintip melalui jendela.
Saat Riri akan memainkan lagu yang kedua tiba-tiba pintu terbuka. “Bagus ya.. Pake ruang musik buat bolos..” Riri dan Nita kaget mendengarnya. “Ngapain lu bolos?” tanya Rio.
“Hehehehehe… bosen kak di kelas…” jawab Riri cengengesan. Rio menggelengkan kepalanya dan berdecak seperti seorang ayah tengah memergoki anaknya yang sedang berbuat nakal. “Nah lu sendiri ngapai di sini?”
“gue males di kelas.” Jawab Rio seadanya.
“Nyeeeh,, sama aja lu kaya’ gue..”
“Weeets beda dong.. gue kan males, lu kan bosen.. dari hurufnya aja udah beda..” elak Rio.
“intinya kita sama-sama bolos..” sergah Riri.
“Kata siapa gue mau bolos? Orang gue Cuma mau mastiin apa yang di bilang sama si Billy koq.. eh, temen lu mana? Si nit-nit itu..”
“Nit-nit?? Maksud lu nita?” tanya Riri sedikit bingung.
“Iya itu.. kata si Billy lu berdua sama dia bolos di sini. Makanya dia pindah tempat bolos..” Nita yang sedang memakai sepatunya tersentak. Kenapa nama itu harus selalu berputar-putar di sekelilingnya??
**********
Karena Riri ketahuan membolos di ruang musik, maka dia di hukum oleh Frans. Ujian not balok yang tadinya akan dilaksanakan setelah latihan, dimajukan jadi sebelum latihan. Tapi Riri malah senang. Karena tiba-tiba saja Frans ada urusan mendadak. Jadi ujian not balok ditangani oleh bram, gita dan rio. Mereka berempat langsung memasuki ruang musik dan memberikan not-not balok yang harus dimainkan riri. Rio yang mengiringinya dengan piano tersenyum dan memberikan semangat pada riri.
“ini lagu gue yang arransemen. Khusus buat ujian lu. Jadi mainin yang bener ya..” bisik rio. Lalu rio mulai memainkan intro dari lagu tersebut. Riri merasa seperti mengenal lagu tersebut. ‘loving you’ millik kenny g. Setelah sekilas melihat not-not yang harus dimainkannya, riri menjadi optimis dapat melalui ujian ini. Bahkan riri menutup matanya. Seakan telah menghapal semua nada-nada yang harus dimainkannya. Rio yang melihatnya tersenyum. Dia tahu riri pasti bisa melakukannya.
Saat riri memainkan nada terakhir, rio tiba-tiba saja berhenti bermain. Riri jadi bingung di buatnya. Dan setelah melihat partitur yang ada di hadapanya, dia mengetahui dimana letak kesalahannya. Dia salah memainkan nada!!
Riri merasa bersalah pada rio. Padahal tadi dia bilang janga sampai salah memainkannya. Tapi sekarang dia malah melakukan kesalahahan itu. Perlahan dia menengok ke arah rio. Melayangkan tatapan memohon maaf pada rio. Dia semakin merasa bersalah melihat wajah melongo rio, menatap tak percaya ke arahnya. Riri menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia merasa gagal dalam ujian ini.
“BRAVO!!! Akhirnya ketemu juga nada yang pas. Thanks Riri!!” seru rio. Riri dan yang lainnya sukses melongo keheranan mendengar rio yang tiba-tiba saja berseru gembira.
“Maksudnya apaan, Yo? Lu kenapa jejingkrakan begitu?” tanya Bram heran. Rio lalu menghentikan ‘tarian kesenangannya’.
“Jadi gini lho.. itu lagu pas gue arransemen akhirnya jadi agak aneh. Tapi gue ngga tahu dimana letak keanehannya. Pas tadi riri mainin, dia nggak mainin nada terakhir di partitur. Tapi dia mainin nadanya sendiri. Dan setelah gue denger, nada yang dia mainin itu bikin arransemen gue perfecto..gitu lho..” jelas rio sambil menuruni panggung.
“jadi riri salah baca not dong?” kata gita.
“iya, dia salah baca not.” Kata bram.
“tapi dia bikin arransemen gue jadi pas. Jadi bisa dibilang dia sukses.” Bela rio.
“iya sih.. tapi tetep aja dia salah baca not..” kata bram ngotot.
“tapi kan nggak bisa dibilang salah juga..”
“yaudah sih.. mau salah atau nggak, yang penting dia nggak bikin kesalahan lebih dari 3 nada..” kata gita yang menghentikan perdebatan rio dan bram. Riri yang mendengarnya terbelalak tak percaya. Dia lalu menuruni panggung dan mendekati 3 orang tersebut.
“saya lulus kak?” gita mengangguk dan tersenyum. Mulut riri menganga. Lalu dia berlari menubruk rio dan memeluknya.
“Thanks banget kak.. huuuaaahhh… seneng banget gue.. thanks udah sabar ngajarin gue..” seru riri kegirangan. Rio terdiam karena kaget. Mukanya memanas. Dengan canggung dibalasnya pelukan riri. Tapi kini dia malah menikmati pelukan itu.
“Kak, kayaknya pelukannya udah bisa di lepas deh..” kata riri. Rio tersadar dan melepaskan pelukannya. Cengiran khas rio menghiasi wajahnya. Dia menggaruk-garuk belakang kepalanya –yang penulis yakin tidak gatal sama sekali-. Sedangkan gita dan bram hanya melengos dan meninggalkan mereka *ngambek gara-gara dicuekkin*. Senyum riri melebar saat puncak kepalanya dibelai oleh rio dengan sorot mata yang berbinar.
“ayo kita rayain keberhasilan gue ngajarin lu not balok. Nanti abis latihan kita makan ice cream goreng. Ok?” riri mengangguk menyetujui. Lalu mereka tertawa-tawa bercanda sambil menungu anak-anak ekskul musik yang lain. Setengah jam kemudian ruang musik telah terisi oleh anak-anak ekskul musik. Kali ini mereka akan berlatih memainkan sebuah karya dari Maksim Mrvica, requiem. Membutuhkan konsentrasi yang tidak sedikit untuk mempelajarinnya. Karena ada saat dimana tempo terdengar berubah-ubah dengan cepat.
Akhirnya tiba juga waktu untuk pulang. Rio dan riri berjalan beriringan menuju parkiran. Rio membukakan pintu untuk riri dan memasangkan seatbeltnya. Riri tersipu malu. Rio yang telah siap di belakang setir langsung menjalankan mobilnya dengan kecepatan tak lebih dari 80km/jam. Sesampainya di kedai es krim, mereka langsung memesan 2 porsi es krim goreng vanilla.
“Kak, lu tau nggak ada masalah apa antara Nita sama kak billy?” rio menggeleng.
“Emang kenapa gitu?”
“Aneh aja sikap mereka. Pertama, kak Billy tau-tau nanyain Nita. Padahal kan sebelumnya dia kaya’ nganggap Nita itu nggak ada. Kedua, Nita tiba-tiba aja kaya’ alergi denger nama ‘Billy’. Kan aneh..” rio termenung sesaat. Memang hari ini sikap Billy agak aneh. Dia sering menatap ke suatu arah dengan mata penuh rasa bersalah dan sendu.
“besok gue tanyain sama dia deh..” kata rio sambil memasukkan sepotong besar es krim goreng ke dalam mulutnya.
“Jangan besok.. sekarang aja.. biar makin cepet terbongkar segalanya..”
“hadeeeh.. iya dah.. buruan makannya.. biar gue bisa hari ini juga nyatronin si Billy..”
“Kaya’ rampok aja lu, kak.. nyatronin.. hahahaha…” rio ikut tertawa.
Setelah selesai membayar makanan mereka, rio lekas mengantar riri pulang. Dan melanjutkan perjalanannya ke rumah Billy. Jalanan seperti biasa,, macet panjang. Dan karena ini adalah jam-jam pulang kantor, kemacetan yang tercipta semakin panjang. Di nyalakannya radio dalam mobilnya. Dan mengalunlah lagu dari the sript, ‘the man who can’t be moved’ menemaninya menaklukan kemacetan.
Tak lebih dari 50 menit rio telah sampai di rumah Billy. Di telusurinya lorong kaca dan tangga menuju kamar Billy. Langkahnya terhenti saat di hadapannya terbentang sepasang pintu ebony. Tanpa mengetuknya terlebih dahulu dia masuk ke dalam ruangan di baliknya. Matanya langsung disambut oleh jejeran biola milik Billy dengan berbagai design dan warna. Dari warna marun, hitam, coklat tua, biru donker ada. Tak hanya berbahan dasar kayu, yang dari kaca pun ada.
Rio terus mencari keberadaan billy di dalam kamarnya yang bisa dibilang luas itu. Dia mencari di tempat tidur, kamar mandi, ruang khusus untuk mencetak foto, bahkan sampai ke dalam lemari *iseng banget deh*. Tapi tak jua ditemukannya si empunya rumah. Rio berjalan menuju balkon kamar Billy dan berpikir. Dimana kira-kira Billy berada.
Tiba-tiba saja dia teringat sesuatu. Dia segera ngibrit (red: lari) menuju dapur. Dia yakin pasti Billy ada di sana. Dan benar saja prasangka rio. Billy sedang asik mengaduk-aduk pasta yang ada di atas wajan. Dan di wajan datar di sebelahnya ada selembar telur dadar tipis. Bak koki profesional Billy membaliknya dengan hanya melemparnya ke udara saja. Rio sengaja tak memanggilnya. Dia ingin menikmati senyum sahabatnya itu dulu. Karena di saat-saat biasa, senyum itu jarang sekali hadir di wajahnya.
To be continue,
“Nit, are you ok?” ada masalah sama kak Billy?”
“sory, Ri.. Bisa nggak kita nggak usah ngomongin dia? Bete gue..”
“Tapi,,”
“please…”
“Ok. As you wish..” kata Riri. Suasana jadi hening. Tiba-tiba muncul ide di pikiran Riri. “Nit, bolos aja yuuuk.. Kita ke ruang musik…yayayayaya…please…”
“Sama Nate?”
“Emmmmm… mungkin. Kenapa gitu?”
“Kita berdua ajalah… kangen gue berduaan sama lu..” Riri tak habis pikir kenapa Nita masih saja memasang dinding pembatas dengan Nate. “Ya… kita berdua aja ya…” rengek Nita. Kali ini Riri mengangguk menyetujuinya. Mereka tertawa-tawa kecil sambil berjalan ke ruang musik.
“Ri, mainin kenny G buat gue dong..”
Riri pun mencari letak saxophone di ruangan itu. Setelah menemukannya, mengalirlah ‘the greatest moment’. Mengalun merdu, bergema megusir sepi di ruang musik. Nita memejamkan matanya. Menikmati permainan Riri. Begitu juga dengan orang yang berada di balik panggung. Dia begitu menikmati permainan Riri. Sedangkan sosok yang mengintip dari jendela merasa resah dan tersisih.
Orang yang berada di balik panggung bangun dari tidurnya dan melangkah menuju panggung. Tapi saat mengetahui siapa yang berada di jajaran bangku penonton, dia menghentikan langkahnya. Dia masih belum bisa menemui wanita itu. Dengan langkah gontai dan tangan yang menyelusup hangat ke saku celana, dia beranjak meninggalkan ruang musik melalui pintu samping yang ada di balik panggung. Begitu juga dengan sosok yang tadi mengintip melalui jendela.
Saat Riri akan memainkan lagu yang kedua tiba-tiba pintu terbuka. “Bagus ya.. Pake ruang musik buat bolos..” Riri dan Nita kaget mendengarnya. “Ngapain lu bolos?” tanya Rio.
“Hehehehehe… bosen kak di kelas…” jawab Riri cengengesan. Rio menggelengkan kepalanya dan berdecak seperti seorang ayah tengah memergoki anaknya yang sedang berbuat nakal. “Nah lu sendiri ngapai di sini?”
“gue males di kelas.” Jawab Rio seadanya.
“Nyeeeh,, sama aja lu kaya’ gue..”
“Weeets beda dong.. gue kan males, lu kan bosen.. dari hurufnya aja udah beda..” elak Rio.
“intinya kita sama-sama bolos..” sergah Riri.
“Kata siapa gue mau bolos? Orang gue Cuma mau mastiin apa yang di bilang sama si Billy koq.. eh, temen lu mana? Si nit-nit itu..”
“Nit-nit?? Maksud lu nita?” tanya Riri sedikit bingung.
“Iya itu.. kata si Billy lu berdua sama dia bolos di sini. Makanya dia pindah tempat bolos..” Nita yang sedang memakai sepatunya tersentak. Kenapa nama itu harus selalu berputar-putar di sekelilingnya??
**********
Karena Riri ketahuan membolos di ruang musik, maka dia di hukum oleh Frans. Ujian not balok yang tadinya akan dilaksanakan setelah latihan, dimajukan jadi sebelum latihan. Tapi Riri malah senang. Karena tiba-tiba saja Frans ada urusan mendadak. Jadi ujian not balok ditangani oleh bram, gita dan rio. Mereka berempat langsung memasuki ruang musik dan memberikan not-not balok yang harus dimainkan riri. Rio yang mengiringinya dengan piano tersenyum dan memberikan semangat pada riri.
“ini lagu gue yang arransemen. Khusus buat ujian lu. Jadi mainin yang bener ya..” bisik rio. Lalu rio mulai memainkan intro dari lagu tersebut. Riri merasa seperti mengenal lagu tersebut. ‘loving you’ millik kenny g. Setelah sekilas melihat not-not yang harus dimainkannya, riri menjadi optimis dapat melalui ujian ini. Bahkan riri menutup matanya. Seakan telah menghapal semua nada-nada yang harus dimainkannya. Rio yang melihatnya tersenyum. Dia tahu riri pasti bisa melakukannya.
Saat riri memainkan nada terakhir, rio tiba-tiba saja berhenti bermain. Riri jadi bingung di buatnya. Dan setelah melihat partitur yang ada di hadapanya, dia mengetahui dimana letak kesalahannya. Dia salah memainkan nada!!
Riri merasa bersalah pada rio. Padahal tadi dia bilang janga sampai salah memainkannya. Tapi sekarang dia malah melakukan kesalahahan itu. Perlahan dia menengok ke arah rio. Melayangkan tatapan memohon maaf pada rio. Dia semakin merasa bersalah melihat wajah melongo rio, menatap tak percaya ke arahnya. Riri menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia merasa gagal dalam ujian ini.
“BRAVO!!! Akhirnya ketemu juga nada yang pas. Thanks Riri!!” seru rio. Riri dan yang lainnya sukses melongo keheranan mendengar rio yang tiba-tiba saja berseru gembira.
“Maksudnya apaan, Yo? Lu kenapa jejingkrakan begitu?” tanya Bram heran. Rio lalu menghentikan ‘tarian kesenangannya’.
“Jadi gini lho.. itu lagu pas gue arransemen akhirnya jadi agak aneh. Tapi gue ngga tahu dimana letak keanehannya. Pas tadi riri mainin, dia nggak mainin nada terakhir di partitur. Tapi dia mainin nadanya sendiri. Dan setelah gue denger, nada yang dia mainin itu bikin arransemen gue perfecto..gitu lho..” jelas rio sambil menuruni panggung.
“jadi riri salah baca not dong?” kata gita.
“iya, dia salah baca not.” Kata bram.
“tapi dia bikin arransemen gue jadi pas. Jadi bisa dibilang dia sukses.” Bela rio.
“iya sih.. tapi tetep aja dia salah baca not..” kata bram ngotot.
“tapi kan nggak bisa dibilang salah juga..”
“yaudah sih.. mau salah atau nggak, yang penting dia nggak bikin kesalahan lebih dari 3 nada..” kata gita yang menghentikan perdebatan rio dan bram. Riri yang mendengarnya terbelalak tak percaya. Dia lalu menuruni panggung dan mendekati 3 orang tersebut.
“saya lulus kak?” gita mengangguk dan tersenyum. Mulut riri menganga. Lalu dia berlari menubruk rio dan memeluknya.
“Thanks banget kak.. huuuaaahhh… seneng banget gue.. thanks udah sabar ngajarin gue..” seru riri kegirangan. Rio terdiam karena kaget. Mukanya memanas. Dengan canggung dibalasnya pelukan riri. Tapi kini dia malah menikmati pelukan itu.
“Kak, kayaknya pelukannya udah bisa di lepas deh..” kata riri. Rio tersadar dan melepaskan pelukannya. Cengiran khas rio menghiasi wajahnya. Dia menggaruk-garuk belakang kepalanya –yang penulis yakin tidak gatal sama sekali-. Sedangkan gita dan bram hanya melengos dan meninggalkan mereka *ngambek gara-gara dicuekkin*. Senyum riri melebar saat puncak kepalanya dibelai oleh rio dengan sorot mata yang berbinar.
“ayo kita rayain keberhasilan gue ngajarin lu not balok. Nanti abis latihan kita makan ice cream goreng. Ok?” riri mengangguk menyetujui. Lalu mereka tertawa-tawa bercanda sambil menungu anak-anak ekskul musik yang lain. Setengah jam kemudian ruang musik telah terisi oleh anak-anak ekskul musik. Kali ini mereka akan berlatih memainkan sebuah karya dari Maksim Mrvica, requiem. Membutuhkan konsentrasi yang tidak sedikit untuk mempelajarinnya. Karena ada saat dimana tempo terdengar berubah-ubah dengan cepat.
Akhirnya tiba juga waktu untuk pulang. Rio dan riri berjalan beriringan menuju parkiran. Rio membukakan pintu untuk riri dan memasangkan seatbeltnya. Riri tersipu malu. Rio yang telah siap di belakang setir langsung menjalankan mobilnya dengan kecepatan tak lebih dari 80km/jam. Sesampainya di kedai es krim, mereka langsung memesan 2 porsi es krim goreng vanilla.
“Kak, lu tau nggak ada masalah apa antara Nita sama kak billy?” rio menggeleng.
“Emang kenapa gitu?”
“Aneh aja sikap mereka. Pertama, kak Billy tau-tau nanyain Nita. Padahal kan sebelumnya dia kaya’ nganggap Nita itu nggak ada. Kedua, Nita tiba-tiba aja kaya’ alergi denger nama ‘Billy’. Kan aneh..” rio termenung sesaat. Memang hari ini sikap Billy agak aneh. Dia sering menatap ke suatu arah dengan mata penuh rasa bersalah dan sendu.
“besok gue tanyain sama dia deh..” kata rio sambil memasukkan sepotong besar es krim goreng ke dalam mulutnya.
“Jangan besok.. sekarang aja.. biar makin cepet terbongkar segalanya..”
“hadeeeh.. iya dah.. buruan makannya.. biar gue bisa hari ini juga nyatronin si Billy..”
“Kaya’ rampok aja lu, kak.. nyatronin.. hahahaha…” rio ikut tertawa.
Setelah selesai membayar makanan mereka, rio lekas mengantar riri pulang. Dan melanjutkan perjalanannya ke rumah Billy. Jalanan seperti biasa,, macet panjang. Dan karena ini adalah jam-jam pulang kantor, kemacetan yang tercipta semakin panjang. Di nyalakannya radio dalam mobilnya. Dan mengalunlah lagu dari the sript, ‘the man who can’t be moved’ menemaninya menaklukan kemacetan.
Tak lebih dari 50 menit rio telah sampai di rumah Billy. Di telusurinya lorong kaca dan tangga menuju kamar Billy. Langkahnya terhenti saat di hadapannya terbentang sepasang pintu ebony. Tanpa mengetuknya terlebih dahulu dia masuk ke dalam ruangan di baliknya. Matanya langsung disambut oleh jejeran biola milik Billy dengan berbagai design dan warna. Dari warna marun, hitam, coklat tua, biru donker ada. Tak hanya berbahan dasar kayu, yang dari kaca pun ada.
Rio terus mencari keberadaan billy di dalam kamarnya yang bisa dibilang luas itu. Dia mencari di tempat tidur, kamar mandi, ruang khusus untuk mencetak foto, bahkan sampai ke dalam lemari *iseng banget deh*. Tapi tak jua ditemukannya si empunya rumah. Rio berjalan menuju balkon kamar Billy dan berpikir. Dimana kira-kira Billy berada.
Tiba-tiba saja dia teringat sesuatu. Dia segera ngibrit (red: lari) menuju dapur. Dia yakin pasti Billy ada di sana. Dan benar saja prasangka rio. Billy sedang asik mengaduk-aduk pasta yang ada di atas wajan. Dan di wajan datar di sebelahnya ada selembar telur dadar tipis. Bak koki profesional Billy membaliknya dengan hanya melemparnya ke udara saja. Rio sengaja tak memanggilnya. Dia ingin menikmati senyum sahabatnya itu dulu. Karena di saat-saat biasa, senyum itu jarang sekali hadir di wajahnya.
To be continue,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar